"Sexting" pada Remaja Picu Perilaku Seksual Berisiko

KOMPAS.com — Pesan mesra dan seksi lewat gadget atau dikenal dengan istilah sexting umumnya dilakukan orang dewasa atau mereka yang telah menikah demi menjaga keintiman hubungan. Namun, dewasa ini, kalangan remaja pun melakukannya. Karena kemudahan teknologi, mereka pun mengirim pesan atau gambar bernuansa seks. Menurut sebuah penelitian, remaja yang gemar melakukan sexting tujuh kali lebih aktif secara seksual dan cenderung berhubungan seksual tanpa pengaman. Hasil penelitian ini merujuk pada pengamatan perilaku terhadap 1.800 siswa di Los Angeles, AS, berusia 12 sampai 18 tahun. Para peneliti menemukan, 15 persen responden mengaku menggunakan handphone untuk sexting dan 54 persen responden mengetahui siapa pengirim sexting. Responden jarang yang mengetahui bahwa sexting berpengaruh pada perilaku seksual yang berisiko. "Hasil ini mengejutkan karena sexting bukanlah alternatif perilaku seksual yang berisiko. Orangtua harus mencurigai anak-anaknya yang sedang sexting, serta menyadari adanya kemungkinan anak mereka terlibat dalam perilaku seksual lain. Orangtua harus mewaspadai jika anak remajanya aktif secara seksual dan tidak menggunakan alat kontrasepsi," ujar Eric Rice, peneliti yang juga asisten profesor di School of Social Work di University of Southern California. Pada penelitian sebelumnya, tingkat partisipasi pada remaja menunjukkan hasil yang sama. Kala itu, penelitian ini mencermati para responden yang sebagian besar remaja keturunan latin hispanik. Sebanyak 87 persen diidentifikasi normal dan hampir tiga perempatnya dilaporkan memiliki ponsel dan menggunakannya setiap hari. "Remaja ini mengatakan sexting berkaitan dengan memberi keromantisan pada hubungan. Jadi, masuk akal mengapa jenis perilaku ini terjadi," ujar Justin Patchin, Wakil Direktur Pusat Penelitian Cyberbullying di Universitas Wisconsin Eau Claire. Patchin dan Rice setuju, temuan ini menjadi kesempatan bagi para orangtua untuk berbicara kepada anaknya dan mendiskusikan soal konsekuensi dari sebuah tindakan. "Saya pasti tidak membenarkan sexting di kalangan remaja mana pun. Akan tetapi, kita perlu memahami hubungan dan perilakunya. Yang paling utama adalah orangtua harus mendidik anak-anaknya dengan baik dan menegaskan sebuah konsekuensi," ujar Patchin. Shari Kessel Schneider, seorang peneliti senior di Pusat Pengembangan Pendidikan di Newton, Massachusetts, mengatakan temuan ini sekaligus menyoroti kebutuhan komunikasi antara psikiater dan para siswa. Pemuda yang melakukan sexting mungkin membutuhkan pendidikan tambahan dan bimbingan yang berkaitan dengan seksualitas remaja, serta bertanggung jawab dalam menggunakan internet.

0 komentar: